“Sudah pernah dengar kisah sayur bayam kan?” tanya Pak Jamil. Siang itu adalah hari kedua kami para asisten mentor IPB mengadakan kegiatan Diskusi Antar Hati di sebuah vila. Sedangkan tadi malam adalah malam euforia. Indonesia berlaga menantang tuan rumah Singapura dalam laga semifinal leg kedua AFF 2020. Sambil menikmati kambing guling, jantung kami turun naik mengikuti irama pertandingan yang berlangsung sengit. Bahkan saat Indonesia berhasil menyamakan kedudukan menjadi dua sama, memaksa pertandingan dilanjutkan ke babak perpanjangan waktu, spontanitas kami push up dan Pak Jamil berlari keliling lapangan sebagai cara kami mengekspresikan hormon dopamin.
“Belum Pak,” jawab kami sepakat. Pak Jamil melanjutkan ceritanya.
Alkisah, ada seorang ibu yang setelah berkonsultasi dengan para dokter, mendapat masukan dari para pakar, menyarankan agar anaknya diberi asupan sayur bayam agar tubuhnya lebih sehat. Sang ibu manut. Ia pun memasakkan sayur bayam untuk anaknya dari hari ke hari.
“Tapi aku kan tidak suka bayam,” protes sang anak. Tapi sang ibu tetap memberikannya karena ia tahu anaknya membutuhkan asupan tersebut. Tentu berdasarkan saran para dokter.
Apakah sang ibu jahat? Memberikan sesuatu yang anaknya sendiri tidak suka? Tentu tidak. Ibu mana yang sebegitu tega. Sang Ibu ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya, hanya saja hal baik terkadang tak selamanya enak.
Begitulah hidup. Allah adalah Zat yang Maha Penyayang. Bahkan nabi bersabda, kasih sayang Allah itu lebih besar dari pada kasih sayang seorang ibu pada anaknya. Apa Allah jahat? Memberikan kita ujian yang membuat kita tertekan? Tentu tidak. Ingat cerita sayur bayam tadi, bisa jadi itu adalah cara agar kita jadi lebih kuat.
“Itu Popaye,” celetuk Ummi sambil tertawa, menimpali cerita sang suami tentang nasihat sayur bayam. Oh ya, sebagai salah satu zikir yang jadi rutinitas hariannya, ada yang bisa menebak sudah berapa salawat yang dibaca Ummi?


