“Ini sedang bangun tempat wudhu dan kamar mandi untuk anak-anak yang mengaji,” lanjut Pak Agus menjelaskan kegiatan beberapa orang yang sedang bekerja tepat di sebelah rumah Ustadz Rofiudin. “Anak-anak biasa mengaji di teras ini. Tapi karena sedang kerja, jadi dialihkan ke tempat lain.”
Saya melihat progres pembangunan ruangan wudhu dan beberapa bilik toilet ini sudah lebih dari enam puluh persen. Mereka yang bekerja adalah para relawan Bani Kosim Peduli yang mengajukan diri secara sukarela. Untuk material bangunan, pembangunan ini didukung oleh Sekolah Relawan, lembaga sosial yang diinisasi oleh Bapak Bayu Gawtama.
Berdasarkan cerita Pak Agus, mereka pernah ditawari untuk membangun tempat pemandian umum. Usul itu ditolak karena menurut Pak Agus, mudharatnya jauh lebih besar. Satu di antaranya adalah, mereka yang pulang dari pemandian umum umumnya hanya memakai handuk. Kebanyakan dari mereka perempuan. Jika tempat pemandian umum itu dibangun, Pak Agus menilai dirinya telah memfasilitasi orang-orang untuk mengumbar aurat mereka. Tujuan awal yang ingin membantu masyarakat justru membuat lubang kesalahan baru. Padahal yang ingin dicapai oleh Pak Agus dan kawan-kawan adalah keberkahan.
Tapi bukan berarti karena tidak setuju dengan pembangunan tempat pemandian umum, Pak Agus dan tim BKP berlepas tangan dari keresahan masyarakat. Justru karena ketidaksetujuan itulah, BKP memutuskan untuk menggerakkan program instalasi air bersih. Pemasangan pipa hingga rumah warga ditanggung oleh BPK. Masyarakat tidak dibebankan biaya sepersen pun, kecuali biaya perawatan bulanan.
Pak Agus pernah terjun sebagai relawan saat bencana tsunami Aceh dan gempa Palu. Pernah juga ditawari menjadi relawan saat gempa dan tsunami Jepang namun ditolaknya. Salah satu mimpinya adalah mensinergikan berbagai lembaga sosial dalam satu model project. Tidak ada lagi sekat dan ego antar lembaga, semua bahu membahu memberikan peran sesuai dengan fokus kelembagaannnya. Hal ini bukan tanpa alasan, teman-teman yang aktif sebagai relawan di lembaga sosial pasti merasakan saat terjun ke lapangan, terutama di medan-medan bencana. Setiap lembaga berlomba-lomba mengampanyekan instansinya masing-masing.
Kami membayangkannya dalam bentuk proyek pembangunan fasilitas air bersama. BKP yang memiliki sumber daya relawan akan mendukung tenaga kerja. Lembaga yang punya dukungan dana namun tidak memiliki tenaga lapang yang memadai bisa mendukung dari segi pendanaan. Lembaga yang fokus ke pembangunan MCK bisa mengerjakan sesuai tupoksinya. Saya juga membayangkan, jika ada lembaga yang fokusnya hanya sebatas mengajar orang-orang di pedalaman mengaji, juga bisa berbagi peran. Satu kali dayung dua tiga pulau terlampaui. Sembari membangun instalasi air, sekaligus berdakwah pada masyarakat setempat. Ini akan menjadi model kolaborasi yang apik.
Tidak terasa sudah satu jam kami mendiskusikan banyak hal. Bu Lurah dan Pak RT yang kebetulan datang juga sejenak ikut di tengah-tengah obrolan kami, walaupun kebanyakan membahas rencana kunjungan menteri dan bantuan pemerintah. Sambutan mereka sangat ramah. Apalagi saat saya memperkenalkan dari berasal dari Jambi, Bu Lurah antusias karena memiliki kenalan sesama kepala desa yang berasal dari Jambi.
Adzan Ashar berkumandang. Kopi yang tadi disuguhkan sudah habis. Setelah ini Pak Agus dan Pak Agud akan menemani saya melihat-lihat beberapa titik instalasi air bersih yang telah dikerjakan oleh BKP. Langit sudah kembali cerah. Perjalanan kami akan dilanjutkan setelah menunaikan shalat Ashar.
0 komentar