Visi dan Konsistensi
By Muhammad Abdi Ridha - Januari 01, 2021
Ada yang begitu mendapatkan gelar sarjana, melamar di perusahaan swasta, memperoleh penghasilan yang dapat mencukupi kebutuhan hidupnya bahkan membantu masyarakat di sekitarnya.
Tak sedikit yang sejak usia muda walau tak mengenyam pendidikan formal sudah mulai meristis usaha. Jatuh bangun tak membuat semangatnya sirna. Hingga Allah bukakan kesempatan untuknya melebarkan sayap bisnis ke seberang benua.
Ada juga yang melalui kegemarannya merangkai kata demi kata, ia torehkan jutaan hikmah dalam karya-karya penuh makna.
Memang kebanyakan dari mereka tidak sukses dalam percobaan pertama. Namun pelajaran berharga apa yang dapat kita petik dari mereka? Tujuan akhir. Layaknya anak panah yang akan melesat tajam, mereka telah menentukan sasaran yang dijadikan bidikan.
Maka visi membuat mereka melesat.
Lalu untuk kita yang merasa sudah memantapkan, mengapa hingga saat ini tak mendapati diri setidaknya sama suksesnya dengan mereka yang telah lebih dulu berjuang?
Mungkin kita lupa, “Roma” yang menjadi analogi dari sebuah pencapaian memiliki banyak jalan yang dapat ditempuh. Maka sebagai contoh, untuk visi mendapatkan perhatian Sang Pencipta, Khalid bin Walid memilih jalan sebagai pejuang yang selalu merindukan medan laga, Abu Hurairah menjadi sahabat yang paling banyak meriwatkan hadits melebihi sahabat-sahabat lain yang lebih dulu terikrar keislamannya, dan Utsman, walau dengan berbagai nikmat harta yang Allah karuniakan, ia menjadi sahabat yang gemar berderma.
Tak ada keraguan dari setiap langkah yang telah mereka azzamkan. Maka bagaimana mungkin kita yang telah mengikut jejak mereka yang telah sukses tidak mendapatkan hasil yang sama?
Melihat mereka yang berhasil mencapai “Roma” dari jalur utara mungkin membuat kita tergiur, “Sepertinya jalur utara lebih meyakinkan”. Padahal kita yang sudah bergerak dari arah Barat, cukup lurus beberapa puluh kilometer lagi, tetap akan mencapai Roma. Alhasil, hati yang bimbang membuat kita mengambil jalan memutar. Bayangkan bila hal ini kembali terjadi saat kita telah mencapai utara, kembali tergiur melihat mereka yang meraih sukses dari jalur timur atau tenggara. Ketidakkonsistenan menempuh suatu jalan mungkin menjadi jawaban dari pertanyaan kita sebelumnya.
Maka setelah visi, keistiqamahan menjadi kunci. Memang mudah diucapkan namun sulit saat dilaksanakan. Tapi bukankah Allah telah mengajarkan sebuah doa yang dapat kita panjatkan” "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)".
Semoga diri ini dapat menjadi pribadi yang istiqamah dalam kebaikan.

2 komentar
Mantap bang, semangat terus menulis dan menebar kebaikan :D
BalasHapusHehe mohon doanya ya. Terima kasih atas supportnya
Hapus