Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam dua puluh tahun terakhir saja sudah banyak cabang ilmu baru yang semakin dispesialisasi menjadi bidang ilmu yang lebih rinci. Buktinya, beberapa jurusan baru di perguruan tinggi saat ini, sepuluh atau dua puluh tahun lalu masih terdengar asing. Sebut saja aktuaria, bisnis digital, bahkan games yang dulu dianggap sebagai hiburan kini menjadi rumpun ilmu di beberapa pergururan tinggi.
Bagi orang-orang yang mendalami dunia pendidikan, serta para orang tua dan guru, jika puluhan bahkan ratusan cabang ilmu tersebut akan diformulasikan menjadi sebuah kurikulum pendidikan, menginginkan agar anak-anak dapat mengenyam model pendidikan terbaik, cabang ilmu mana yang menjadi prioritas terlebih dahulu dipelajari?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, bayangkan seseorang yang tengah kehausan. Tentu hal aneh bila ia mengambil air langsung dari teko, menampungnya di telapak tangan, walau itu mungkin dilakukan. Hal pertama yang ia cari adalah sebuah gelas karena gelaslah yang akan menampung air yang ingin diminumnya.
Air tadi dapat kita alogikan sebagai ilmu atau pendidikan yang menjadi kebutuhan primer manusia. Maka sebelum memamen ilmu-ilmu tersebut satu per satu, manusia membutuhkan wadah untuk menampungnya.
Wadah yang baik akan mencermin bentuk air yang baik. Wadah gelas akan membuat air tersebut seperti gelas, berbentuk kapal akan membuat air menyerupai kapal, bahkan jika wadahnya didesain berbentuk seperti kotoran, sesuai dengan sifat air yang mengikuti bentuk wadahnya, air tersebut akan terlihat berbentuk kotoran.
Baik air yang ada dalam gelas, wadah berbentuk kapal, atau bahkan wadah berdesain kotoran, mau seperti apapun bentuknya, air tetaplah air, bersifat netral, baru berubah manis jika ditambah gulu atau menjadi asin jika tercampur garam.
Begitu juga dengan ilmu. Ilmu hitung bisa dijadikan alat oleh mereka yang gemar berjudi untuk mencari keuntungan. Di sisi lain, mempelajari bagaimana membobol sebuah jaringan komunikasi justru dapat menjadi pengetahuan berharga bagi sebuah perusahaan untuk meningkatkan keamanan jaringan mereka. Ilmu-ilmu tersebut tidak pernah baik atau jahat, sifat mereka ditentukan oleh siapa yang memanfaatkannya. Maka penting di dunia pendidikan untuk mempelajari “wadah” sebelum mempelajari lautan ilmu yang luas.
Maka pertanyaan selanjut, “wadah” apa yang mesti dipersiapkan? Mari kita perhatikan amanat pendidikan.
Banyak pakar, tokoh, bahkan juga tercantum dalam undang-undang, pendidikan bertujuan agar manusia menjadi insan yang beriman dan berakhlak mulia. Dua pokok ini menjadi tujuan utama. Terlepas seorang anak yang punya cita-cita ingin menjadi seperti Elon Musk dengan ide gilanya membawa koloni manusia ke Mars, atau Ibnu Hayyan dengan karya-karya fenomenalnya di bidang Kimia, atau praktisi pendidikan seperti Salman Khan, pengetahuan agamalah yang mesti dipelajari setiap anak di usia dininya. Keimanan berhubungan dengan keyakinan. Maka hanya agama yang dapat menjadi sarana seserorang menjadi beriman dan secara absolut menentukan akhlak mana yang benar dilakukan dan mana yang salah.
Lalu mengapa kurikulum pendidikan saat ini seolah-seolah mengesampingkan pendidikan agama, bahkan di sekolah-sekolah hanya dipelajari satu kali dalam semingu. Ini merupakan sejarah panjang yang barangkali akan kita diskusikan di lain kesempatan.
3 komentar
Setuju bgt bgt
BalasHapusMasyaallah.. luar biasa Kang Abdi
BalasHapusMasyaAllah, ada Bang Ali :)
Hapus