"Berjalanlah, supaya kau tahu luasnya dunia dan betapa kecilnya dirimu sebagai hamba-Nya"
Satu-satu suara bising, semakin terdengar jelas, lagu tawa bernada penumpang yang baru saja turun di stasiun Probolinggo, hingga senda-gurau bapak-bapak bertubuh besar memaksaku tuk membuka mata. Terlihat bayi kecil yang baru berumur dua bulan di sampingku juga ikut terbangun. Ingin ku tegur mereka, bukan karena waktu tidurku yang terganggu, namun hanya tak tega melihat bayi kecil ini. Tapi yah, biarlah, bapak-bapak yang baru saja naik itu tampak tengah gembira. Tak tega rasanya mengganggu pembicaraan mereka yang penuh tawa. Dan juga, tawa mereka juga tidak terlalu mengganggu, anggaplah sebagai pengganti siaran radio yang tidak pernah diperdengarkan sepanjang perjalanan di kereta.
Hari ini, perjalananku kembali berlanjut, dengan tujuan berikutnya Banyuwangi. Untuk mengisi waktu luang (waktu tidur yang terganggu), ku putuskan untuk menulis catatan perjalanan ini.
Tepatnya tanggal 25 Januari kemarin, perjalanan pertamaku menyambangi kota yang terkenal dengan pertempuran heroiknya dan telah diangkat dalam film animasi layar lebar, Surabaya. Memang tidak banyak waktu yang kami miliki. Sekitar setengah dua pagi, 26 Januari, kereta api yang kami tumpang telah merapat di Stasiun Surabaya Gubeng. Dan keesokan harinya, tepatnya hari ini 27 Januari, kami harus melanjutkan perjalanan menuju Banyuwangi. Jadi kami hanya punya waktu setidaknya satu hari untuk mengelilingi kota besar kedua di Indonesia ini setelah Jakarta.
Mulailah kami merancang rute perjalanan yang bisa ditempuh untuk menikmati suasana Surabaya di akhir Januari. Dan mungkin ini bisa jadi referensi buat teman-teman yang ingin "piknik" murah dalam waktu singkat keliling Surabaya.
1. Sarapan di Pasar Gubeng
Sebelum memulai perjalanan, rutinitas pertama kami dimulai dengan mencari sarapan di Pasar Gubeng, pasar yang hanya berjarak hanya beberapa meter saja dari stasiun Gubeng. Banyak warung yang menawarkan menu berbeda, dan diantara banyaknya jajanan kami memilih tuk mengisi perut di salah satu tenda makanan yang menawarkan soto daging. Tenda makan ini terletak persis sebelum penyeberangan rel kereta api. Dengan harga yang ditawarkan cuma 10.000 rupiah, Alhamdulillah bisa menikmati soto yang mirip soto ambengan dengan kuah kuning dan isian nasi, daging yang dipotong besar-besar, jeroan serta telur rebus. Walau dengan porsi yang tidak terlalu banyak, namun insyaAllah cukup untuk memulai hari. Soto ini juga enak disantap dengan tambahan kerupuk yang dihargai 250. Jika teman-teman ingin memesan minuman, air putih dihargai 1.000 rupiah dan teh 2.500 rupiah.
2. Taman Skate & BMX Surabaya
Ingin menyambangi tugu Surabaya namun tidak punya kendaraan dari stasiun kereta? Tenang, di taman ini dibangun tugu Surabaya dengan ukuran yang lebih kecil. Inilah rute wisata kami selanjutnya. Letaknya sekitar 2,8 km dari stasiun Surabaya Gubeng. Tidak ada tarif yang dikenakan saat memasuki wahana ini. Disini seperti disebutkan sebelumnya dibangun tugu Surabaya dengan ukuran yang lebih kecil serta arena bermain papan skate. Dari taman ini kita juga dapat melihat tata kota Surabaya yang indah di seberang jalan, dengan beberapa lukisan di pinggir jalan dan hiasan gantung yang menghiasi riak air Sungai Mas.
O iya, jika teman-teman ingin mencicipi sarapan murah, di perjalanan dari stasiun Surabaya Gubeng menuju Taman Skate & BMX ini lihatlah di sebelah kanan jalan setelah pom bensin. Saat itu kami menemukan seorang ibu yang menjual sarapan dengan harga 5.000 saja per bungkusnya.
3. Monkasel
Jika telah mengunjungi Taman Skate & BMX, rugi rasanya tidak mengikuti wisata sejarah di Monkasel. Monkasel merupakan singkatan dari Monumen Kapal Selam. Monkasel merupakan monumen dalam skala penuh kapal salam salah satu dari Armada Divisi Timur (sumber : Monkasel). Untuk mengunjungi wisata sejarah ini, kita harus membayar biaya masuk sebesar 10.000 rupiah. Tidak ada batasan waktu untuk mengelilingi area ini. Jangan lupa, Monkasel menyediakan fasilitas Video Rama, sebuah fasilitas berupa pemutaran video dokumenter. Video Rama dibuka setiap satu jam dimulai dari jam 9 pagi. Selain itu terdapat juga wahana kolam berenang untuk anak-anak.
Setelah mengunjungi area ini, alangkah lebih baiknya teman-teman membeli bekal untuk makan siang di salah satu warung yang berada sekitar 20-30 meter dari gerbang depan. Harganya cukup murah, 7.000 rupiah untuk nasi yang dicampur dengan ayam, telur, atau tongkol.
4. Balai Pemuda dan Balai Kota Surabaya
Setelah bertolak dari Monkasel, karena mengejar waktu shalat jumat, kami tidak sempat singgah di dua tempat ini, hanya sekedar lewat saja. Balai Pemuda dulunya adalah gedung dansa khusus bagi orang Belanda. Sedangkan Balai Kota merupakan kawasan kantor walikota. Pemandangan di dua kawasan ini cukup apik, cocok untuk berswa foto.
5. Masjid Cheng Ho
Sebenarnya masjid ini tidak ada kaitannya dengan tokoh penjelajah muslim keturunan Cina, Laksamana Cheng Ho. Namun rancangan masjid yang diilhami dari bentuk Masjid Niu Ji di Beijing, rugi rasanya bila tidak melihat-lihat keunikan bangunan masjid dengan cat dinding merah dominan dan konstruksi atap khas Cina nya. Karena itu, kami putuskan untuk shalat jumat di Masjid ini.
Masjid ini terletak sekitar 2,2 km dari Monkasel. Untuk menghemat biaya perjalanan, kami putuskan untuk berjalan kaki sambil melewati Balai Pemuda dan Balai Kota Surabaya.
6. Surabaya Heritage Track
Setelah beristirahat sejenak di Masjid Cheng Ho, dan menghabiskan makan siang yang sebelumnya dibeli di kawasan Monkasel, sekitar jam 2 siang kami bertolak ke House of Sampoerna. Pernah ngebayangin keliling Surabaya gratis plus ada pemandu? Salah satu program yang dijalankan di House of Sampoerna ini adalah Surabaya Heritage Track. Layanan ini memberikan kesempatan kepada turis untuk mengelilingi Surabaya gratis menggunakan bis. Setiap hari nya ada 3 jadwal yang disediakan dan masing-masing jadwal terbatas untuk kuota 20 orang saja. Karena itu datanglah lebih cepat dari jadwal keberangkatan atau pesan dahulu via telepon. House of Sampoerna ini berjarak sekitar 6,1 km dari Masjid Cheng Ho.
Melalui layanan ini, kami diajak untuk berkeliling menelusuri jejak sejarah kekeratonan Surabaya. Ya, keraton. Dulu Surabaya memiliki bangunan keraton sebelum dihancurkan Belanda. Selain itu kami juga diajak menelusuri Jalan Tunjungan dengan renovasi bangunan menjadi gaya tempo dulu, cukup apik untuk target objek fotografi. Kemudian tak kurang kami diajak melihat bangunan mall pertama dan penjual ice cream pertama di Surabaya.
Keinginan untuk mengunjungi Balai Kota Alhamdulillah terwadahi. Setelah muter-muter, kami diajak bermain sejenak di halaman Balai Kota Surabaya. Yang menjadi keunikan, sebelum memasuki gedung Walikota di Balai Kota Surabaya, tanaman hias yang akan dijumpai justru tanaman hortikultur, seperti terong dan cabai.
Perjalanan tur kali ini ditutup dengan mengunjungi Gedung Kesenian Cah Durasim. Gedung ini biasanya dijadikan tempat latihan cagar budaya. Yang tak kalah seru, ada dua jajanan yang bisa dicoba di sanggar budaya ini. Pertama pentol dan kedua es dawetnya. Es dawet dihargai cukup murah dengan harga 5.000 rupiah sedangkan pentol bisa dipesan sesuai keinginan.
7. Masjid Ampel
Setelah cukup seru keliling Kota Surabaya, apalagi gratis, mendekati maghrib kami bertolak ke Masjid Ampel. Di kawasan masjid ini juga terdapat makam Sunan Ampel. Lokasi ini terletak sekitar 2,5 km dari House of Sampoerna.
Pada mulanya selepas shalat maghrib di Masjid Ampel, kami berencana untuk menikmati keindahan Taman Bungkul pada malam hari. Jaraknya sekitar 8,5 km ke arah selatan dari Masjid Ampel. Namun mungkin karena kelelahan, kami putuskan untuk mencari tempat menginp malam itu. Diputuskanlah untuk menginap di masjid kampus C Universitas Airlangga. Selain tanpa biaya juga ingin melihat-lihat bentuk kampus ya. Hehe
Sejenak ku perhatian dari balik kaca jendela kereta ornamen-ornamen hijau dari baris rapi tumbuhan hutan yang tampak abstrak. Mengingatkan ku akan rindu kampung halaman.
Kereta tak lama lagi berlabuh di stasiun Banyuwangi Baru.
=======================
Probolinggo - Banyuwangi - Bali, 27 Januari 2018
Disunting pada 31 Januari 2018, Lombok Barat